📚 "PENGHALANG-PENGHALANG
JALAN PENUNTUT ILMU"
👑 Ustadzah Haifa Umm Muhammad حفظها الله
🕰️ Pukul 19.30 WIB
•┈•••••❁❁✒️✒️❁❁•••••┈•
Salah satu penyebab hilangnya keberkahan ilmu adalah banyaknya Awaiqoh (penghalang-penghalang). Maka dari itu penting untuk kita mengetahui, Apa saja yang menjadi penghalang-penghalang dalam meraih ilmu?
Semoga Allah anugerahkan kita semua ghirah untuk terus meraih jalan pintas untuk menuju syurga Allah. In syaa Allah malam ini, Muhadharah bersama Ustadzah Haifa حفظها الله. Semoga Allah memberikan Taufiq dan pertolongan. Barokallahu fiikuna.
•┈•••••❁❁✒️✒️❁❁•••••┈•
🍃🍂🍃🍂🍃🍂🍃🍂
Bismillah
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang telah memudahkan bagi kita untuk berkumpul malam ini. In syaa Allah malam ini kita akan membahas terkait "Penghalang-penghalang dalam Menuntut Ilmu"
Seperti kita ketauhi menuntut ilmu adalah jalan menuju surga. hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَمَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ
“Siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim, no. 2699)
Menuntut ilmu dan berdakwah diatas ilmu adalah jalannya para Nabi dan para salafussalih. Maka berbahagialah jika engkau berada di atas jalan tersebut.
Dan diantara kewajiban yang paling penting untuk diperhatikan oleh seorang penuntut ilmu adalah memperhatikan niat dan menjaga niat dari hal yang dapat merusaknya.
✒️Diantara penghalang-penghalang dalam menuntut ilmu:
1️⃣. Tidak ikhlas. Tidak mengharap wajah Allah semata dalam menuntut ilmu.
Dari Umar bin Khaththab radhiyallahu 'anhu: Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Sesungguhnya amal itu tergantung niat ... "
Maka perkara niat ini sangat penting, dan hendaknya ia diletakkan sebelum amal.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
إِنَّـمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُولِهِ وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا أَوِ امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ.
“Amal itu tergantung niatnya, dan seseorang akan mendapatkan apa yang diniatkan. Maka barangsiapa hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya itu karena Allah dan Rasul-Nya. Dan barangsiapa hijrahnya karena dunia yang hendak diraihnya atau karena wanita yang akan dinikahinya, maka hijrahnya itu sesuai dengan apa yang ia niatkan.” Hadits shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 1, 54, 2529), Muslim (no. 1907), Abu Dawud (no. 2201), at-Tirmidzi (no. 1647), an-Nasa-i (I/85-60, VI/158-159, VII/13), dan Ibnu Majah (no. 4227) dari Shahabat ‘Umar bin al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu.
Dari Zaid bin Tsabit radhiyallahu ‘anhu beliau berkata: Kami mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
(( مَنْ كانت الدنيا هَمَّهُ فَرَّق الله عليه أمرَهُ وجَعَلَ فَقْرَهُ بين عينيه ولم يَأْتِه من الدنيا إلا ما كُتِبَ له، ومن كانت الآخرةُ نِيَّتَهُ جَمَعَ اللهُ له أَمْرَهُ وجَعَلَ غِناه في قَلْبِه وأَتَتْهُ الدنيا وهِيَ راغِمَةٌ
“Barangsiapa yang (menjadikan) dunia tujuan utamanya maka Allah akan mencerai-beraikan urusannya dan menjadikan kemiskinan/tidak pernah merasa cukup (selalu ada) di hadapannya, padahal dia tidak akan mendapatkan (harta benda) duniawi melebihi dari apa yang Allah tetapkan baginya. Dan barangsiapa yang (menjadikan) akhirat niat (tujuan utama)nya maka Allah akan menghimpunkan urusannya, menjadikan kekayaan/selalu merasa cukup (ada) dalam hatinya, dan (harta benda) duniawi datang kepadanya dalam keadaan rendah (tidak bernilai di hadapannya)“.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa tujuan hidupnya adalah dunia, maka Allâh akan mencerai-beraikan urusannya, menjadikan kefakiran di kedua pelupuk matanya, dan ia tidak mendapatkan dunia kecuali menurut ketentuan yang telah ditetapkan baginya. Barangsiapa yang niat (tujuan) hidupnya adalah negeri akhirat, Allâh akan mengumpulkan urusannya, menjadikan kekayaan di hatinya, dan dunia akan mendatanginya dalam keadaan hina.”
Berkata Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu “Aku mendengar Nabi kalian berkata, ‘siapa orang yang menjadikan cita-citanya seluruhnya hanya satu cita-cita yaitu cita-cita akhirat, maka Allah akan memberikan kecukupan kepada dia terhadap seluruh kepentingan di dunianya, tetapi siapa orang yang menjadikan cita-cita itu beragam dan seluruhnya itu cita-cita duniawi hidupnya itu tidak ada untuk mencitacitakan bahagia diakhirat, ingin bahagia di akhirat tetapi ikhtiarnya sangat minim, Allah tidak akan peduli dilembah mana dia akan binasa.
Berdasarkan hadits ini, maka hal yang paling layak untuk diperhatikan bagi para penuntut ilmu adalah memperbaiki niat dan senantiasa berupaya meluruskan niat serta menjaga niat ini dari kerusakan.
Ilmu itu keutamannya baru bisa diraih kalau diniatkan secara ikhlas hanya untuk meraih wajah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Adapun jika diniatkan untuk selain itu maka tidak ada lagi keutamaan dalam ilmu tersebut bahkan itu akan menjadi fitnah yang maknanya akan menjadi azab dan akan menjadikan kesengsaraan yang memberikan akibat buruk.
Perhatikan niat kita ya akhawat. Menuntut ilmu perkara agung, dan seseorang yang difahamkan ilmu ini merupakan tanda Allah inginkan kebaikan untuk dirinya. Dari Mu’awiyah radhiallahu’anhu, beliau berkata, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
مَن يُرِدِ اللهُ به خيرًا يُفَقِّهْه في الدينِ
“Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan padanya, niscaya Allah akan jadikan ia faham dalam agama” (Muttafaqun ‘alaihi).
Ketika dikatakan :
"Barangsiapa yang menempuh jalan dalam menuntut ilmu, maka Allah akan memudahkan jalannya menuju surga"
Akhawati, ini adalah keutamaan yang agung. Akan tetapi keutamaan ini bukan bagi semua penuntut ilmu, Hanya bagi mereka yang ikhlas di dalam menuntut ilmu dan mengamalkannya.
Jika menuntut ilmu niatnya bukan karena Allah maka ini adalah sebuah fitnah. Maka perhatikanlah niat kita dalam menuntut ilmu.
Maka barangsiapa yang menuntut ilmu bukan dalam rangka mengharap wajah Allah, sungguh hal tersebut hanya menjadi fitnah baginya.
Salah satu syarat diterimanya amal itu ikhlas. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
وَمَا أُمِرُوا إِهَّل لِيَعْبُدُوا هََّللا مُخْلِصِينَلَهُالدِِّينَحُنَفَاءَ..
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus". (Qs. Al Bayyinah (98): 5)
Perintah untuk Ikhlas
Setiap amalan sangat tergantung pada niat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى
“Sesungguhnya amal itu tergantung dari niatnya. Dan setiap orang akan memperoleh apa yang dia niatkan.”
Berkata Abdullah bin Mubarak rahimahullahu ta ála :
أول العلم النيّة , ثم :الستماع . ثم :الفهم , ثم : الحفظ , ثم : العمل , ثم النشر
“Ilmu itu awalnya adalah niat, ilmu itu berawal dari pertama niatnya, (ingat niatnya harus bener, harus lurus, fondasi niat itu, kalau fondasinya salah kelak bangunan yang dibangun di atasnya juga akan runtuh nanti.) Kemudian setelah itu istima’, (bukan samiá. Istima’ dengan samiá beda .Istima’ itu mendengar dengan niat ingin menyimak. Jadi bedanya istima’ dengan sami’, kalau mustami’ menyengaja, meniatkan untuk mendengar, kalau sami’ nggak sengaja, cuma terdengar aja.) Lalu yang ketiganya memahami. Lalu yang keempatnya menghafalkan. Lalu yang kelimanya mengamalkan untuk diri sendiri. Lalu yang terakhir annasyr, menyebarkan, mengajarkan, mendakwahkan.
Dan niat itu sangat tergantung dengan keikhlasan pada Allah. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala,
وَمَا أُمِرُوا إِلا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan salat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (QS. Al Bayyinah: 5)
Berkata Al-Hasan Al-Basri rahimahullah :
“Siapa orang yang mencari ilmu karena mencari akhirat maka dia akan memperolehnya, tetapi siapa mencari ilmu karena dunia maka itulah bagian yang dia dapatkan“.
Berkata Ibnu Atha rahimahullah ketika menjelaskan orang yang menuntut ilmu bukan karena Allah :
“Allah menjadikan ilmu yang diberikan kepada orang yang niatnya tidak ikhlas, Allah akan jadikan itu sebagai alasan untuk membinasakan dia. Jangan engkau tertipu dengan banyaknya orang-orang yang hadir dan mengambil manfaat dari ilmunya umpamanya orang ini ketika belajar ilmu dan mengajarkan ilmunya tidak ikhlas karena Allah dia ingin keuntungan duniawi, banyak orang yang mengambil manfaat dari ilmu-ilmunya benar tetapi ketika dia menyampaikan ilmunya atau ketika dahulu dia belajar ilmu itu tidak ikhlas karena Allah Azza wa Jalla, maka kata ibnu Atha jangan kamu tertipu dengan banyaknya orang yang mengambil manfaat”
Sedikit ilmu diiringi dengan taqwa maka ilmu itu akan berkah. Bertaqwalah kepada Allah. Ilmu yang sedikit akan menjadi berkah dengan taqwa.
Pentingnya Ketakwaan Dalam Menuntut Ilmu
Berkata Sahnun rahimahullah “Ibnu Qasim ketika mengajar selalu menyelipkan perkataan yang luar biasa yaitu “ittaqullah” bertakwalah
kalian kepada Allah. Karena sedikitnya ilmu ini bila disertai dengan ketakwaan maka akan menjadi banyak. Sebaliknya banyaknya ilmu ini bila tidak disertai dengan ketakwaan akan menjadi sedikit.”
Berkata Yusuf bin Al-Husain rahimahullah
“Aku mendengar Dzunnun Al Mishri berkata, ‘Dahulu para ulama suka saling memberi
Nasehat dengan tiga perkara ini dan saling surat menyurati memberi tiga nasehat dengan isi berikut ini.
▪︎ Nasehat pertama, siapa orang yang
memperbagus sarirohnya maka Allah akan memperbagus alaniyahnya. Sariroh ialah perkara-perkara yang sifatnya sirih yakni batin kita, hati kita, jiwa kita yang tersembunyi dari pandangan manusia, hanya pemiliknya saja dan Allah Subhanahu wa Ta’ala yang mengetahui serta ada malaikat pencatat yang juga tau isi hati manusia.
Yakni siapa yang memperbagus aspek batinnya, hatinya, keikhlasannya, khaufnya, mahabbahnya, rodjanya, tawakalnya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, muroqobahnya diperbagus maka Allah Subhanahu wa Ta’ala akan memperbagus alaniyahnya (sebaliknya dari yang batin yakni lahiriahnya).
▪︎ Nasehat yang kedua, siapa orang yang memperbaiki hubungan diantara dia dengan Allah maka Allah akan memperbaiki hubungannya dengan sesama manusia.
Siapa orang yang memperbaiki hubungan diantara dia dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala, sholatnya dia perbaiki, niat keikhlasannya dia perbaiki, dan semua yang berkaitan antara dia dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala secara langsung, sebagai contoh do’anya lebih intensif atau sering berdo’a. Allah Subhanahu wa Ta’ala semakin sering diminta maka semakin senang.
▪︎ Nasehat ketiga, siapa orang yang memperbaiki urusan akhiratnya maka Allah akan memperbaiki urusan dunianya”.
Siapa orang yang memperbaiki urusan akhiratnya maka Allah akan memperbaiki urusan dunianya. Maka cobalah perbaiki urusan akhirat kita, perbaiki sholat kita, ibadah kita, shaum kita, tholabul ilmi kita lebih bersungguh-sungguh lagi dan semua urusan akhirat juga kita perbaiki maka Allah Subhanahu wa Ta’ala akan perbaiki urusan dunia kita.
Perkataan Salaf :
“Dahulu kami menuntut ilmu karena dunia, namun ilmu memalingkan kami kepada akhirat“
Berkata Abdullah bin Mubarok rahimahullahu,
“Ilmu itu pertamanya adalah niat. Kedua istima’. Kemudian ketiga memahami, keempat menghafal, lalu kelimanya mengamalkan untuk diri sendiri, lalu yang terakhir an-nasr.”
▪︎ Pertama Niat.
Niatnya harus benar, harus lurus karena niat itu
sebuah pondasi, jika pondasinya salah maka bangunan yang dibangun diatasnya juga akan runtuh.
▪︎ Kedua istima’ bukan sami’a. Istima’ dengan sami’a berbeda, istima’ itu mendengar dengan niat benar ingin menyimak, kalau sami’a hanya mendengar saja.
▪︎ Ketiga memahami,
▪︎ Keempat menghafal,
▪︎ Kelima mengamalkan untuk diri sendiri, lalu yang terakhir an-nasr yakni menyebarkan, mengajarkan, mendakwahkan.
Ada hal yang harus diperhatikan oleh penuntut ilmu yaitu ada sekelompok ulama-ulama salaf terdahulu berkata,
~Ungkapan pertama :
Kami dahulu mencari ilmu karena dunia (ini dialami juga oleh imam ahli hadits yakni imam al-Baihaqi rahimahullah) maknanya mungkin ingin dipuji karena agung, terhormat, mulia dan dipujinya para ulama pada zaman itu, lalu setelah belajar dengan niat yang salah akhirnya ilmu itu menyeret kami menarik kami kepada akhirat. Barulah ditengah jalan terluruskan
niatnya, maka barokah dari ilmu yang masuk ke dalam hatinya menuntun kepada niat yang benar.
~Ungkapan kedua :
Kami pun mempelajari ilmu ini dan tidak memiliki niat apa-apa yang penting hobi untuk mempelajari sesuatu al-ilmu lil ‘ilmi (ilmu sekedar pengetahuan) bukan untuk
diamalkan, bukan untuk diyakini lalu niat itu datang setelah mempelajarinya. Ini adalah pengalaman para ulama terdahulu.
~ Ungkapan ketiga :
Siapa orang yang mencari ilmu bukan karena Allah maka ilmu itu enggan untuk mendatanginya. Jadi betapa banyak orang
yang diawal pencarian ilmu membawa niat yang keliru tetapi ketika ilmu itu didapat ilmu itu kemudian memperbaiki niatnya, meluruskan niatnya, dan menjadi orang yang ikhlas karena Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Penjelasan Adz-Dzahabi Tentang Perkataan
“Ilmu itu hanya enggan dipersembahkan kepada Allah secara ikhlas “
Berkata imam ad-Dzahabi rahimahullah,
“Ada orang yang mencari ilmu bukan karena Allah, maka ilmu pun enggan untuk mendatangi orang tersebut sehingga niatnya murni karena Allah”.
Ketika menjelaskan point ini imam ad-Dzahabi rahimahullah mengatakan “Iya benar, awalnya
seseorang mencari ilmu dan yang memotivasi dia mencari ilmu adalah suka terhadap ilmu, ingin menghilangkan kebodohan dari dirinya atau yang sejenis itu dia belum tau tentang kewajiban ikhlas, tentang benarnya niat hanya sekedar menambah wawasannya saja. Ketika dia sudah mengetahui maka dia pun instropeksi, dia memuhasabah dirinya lalu ilmunya mengajarkan dia untuk takut terhadap buruknya niat mencari ilmu, akhirnya datanglah niat yang benar itu baik seluruhnya maupun sebagian, dan dia bertaubat dari niat-niat yang keliru dan menyesal telah memiliki niat seperti itu.
Ibnul Mubarak:
"Ilmu yg pertama adalah niat. Kemudian engkau duduk di majelis ilmu; mendengarkan, mencatat, kemudian engkau memahami.
Allah akan memberikan ilmu sesuai kadar keikhlasan seseorang"
Keikhlasan Adalah Penolong Terbesar Dalam Menuntut Ilmu. Berkata Abu Abdullah Arru Dabari rahimahullah dia mengatakan,
“Ilmu itu dibangun diatas amalan, maknanya apabila ilmu itu diamalkan maka semakin terfahami. Dan amalan dibangun diatas keikhlasan, dan keikhlasan karena Allah akan mewariskan pemahaman dari Allah”. Allah
Subhanahu wa Ta’ala akan memberikan pemahaman kepada dia ketika mempelajari ilmu karena keikhlasannya.
Yang pertama dan hal terpenting adalah (niat), hati yang terpaut dan tunduk kepada Allah. Niatkan segala sesuatu karena Allah. Setiap amalan sangat tergantung pada niat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى
“Sesungguhnya amal itu tergantung dari niatnya. Dan setiap orang akan memperoleh apa yang dia niatkan.”
Hasan Al Bashri :
"Barangsiapa yang mencari ilmu karena mencari akhirat maka dia akan memperolehnya, tetapi siapa mencari ilmu karena dunia maka itulah bagian yang dia dapatkan“
Berkata Ibnu Atha rahimahullah :
“Barangsiapa yang menuntut ilmu bukan karena Allah, maka Allah menjadikan ilmu tersebut hujjah atasnya (yakni alasan untuk membinasakan dia)"
Para ulama mengatakan barangsiapa yang memiliki sedikit ilmu namun ia berhias dengan taqwa maka ilmunya akan diberkahi dan dilipatgandakan oleh Allah. Namun barangsiapa yang mempunyai ilmu yang begitu banyak tanpa berhias dengan ketakwaan maka ilmu tersebut tidak akan berkah dan tidak akan mempunyai keutamaan dan keberkahan. Bertaqwalah kepada Allah. Ilmu yang sedikit akan menjadi berkah dengan taqwa
Orang-orang yang mengada-adakan (menambah-nambah) perkara agama walaupun mereka mempunyai banyak ilmu dan pandai dalam berbicara sungguh tidak ada keberkahan ilmu didalamnya justru ia menyimpang dari tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika beramal dan penyimpangan itu dikarenakan kebodohan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
وَشَهر األُمُورِمُحْدَثَاتُهَا ، وَكُهل مُحْدَثَ ة بِدْعَةٌ
“Sejelek-jelek perkara adalah (perkara agama) yang diada-adakan, setiap (perkara agama) yang diada-adakan itu adalah bid’ah”
Ilmu Mewariskan Ketakwaan, Amal Memperkuat Keimanan. Definisi takwa itu intinya melaksanakan seluruh perintah dan
menjauhi semua larangan.
Niat itu sangat penting. Ibnu Mobarak mengatakan yang pertama adalah niat, lalu kita mencari ilmu, lalu menghafal dan mempelajarinya, lalu mengamalkan ilmu tersebut, dan setelah itu ilmu itu disebarkan ke kalangan manusia.
Berkata Abdullah bin mas’ud radhiallahu anhu:
سمعت نبيكم صلى اللّه عايه وسلم يقول
من جعل الهمومَ همًّا واحدًا : همَّ آخرتِه كفاه اللّه همَّ دنياه, ومن تشعبت به الهموم في أحوال الدنيا : لم
ينال اللّه في أيّ أو ديتها هلك
“Siapa orang yang menjadikan cita-citanya seluruhnya hanya satu cita-cita yaitu cita-cita akhirat maka Allah akan memberikan kecukupan kepada dia terhadap seluruh kepentingan di dunianya (kalau cita-citanya cuma satu yaitu akhirat, seluruh kepentingan dunia dia akan Allah cukupkan) tapi siapa orang yang cita-citanya itu beragam dan seluruhnya itu cita-cita duniawi, hidupnya itu tidak ada cita-cita untuk bahagia di akhirat, ingin bahagia di akhirat tapi ikhtiar ke sana minim, Allaah tidak akan peduli di lembah mana dia akan binasa”
Hadist ini diriwayatkan oleh Imam Ibnu Majah dalam kitab sunannya dan juga Imam Al Hakim dalam kitab Al Mustadrok dari Ibnu Umar radhiallahu anhuma dan hadist ini kata Imam Al Hakim shahih sanad dan disepakati oleh Imam Adz Dzahabi.
Berdasarkan hal itulah maka hal yang paling layak untuk diperhatikan oleh para pencari ilmu adalah memperbaiki niat senantiasa berupaya untuk meluruskan niat dan menjaga niat ini dari kerusakan. Kenapa?
وذلك لأن العلم إنما اكتسب الفضل لكونه خالصًا لوجه اللّه تعا لى ,أما إذا كان لغيره فلا فضل فيه , بل هو فتنة و و با لٌ , وسو ء عاقبة
Karena ilmu itu keutamaannya baru bisa diraih kalau diniatkan secara ikhlas hanya untuk meraih wajah Allah. Adapun kalau diniatkan untuk selain itu maka tidak ada lagi keutamaan dalam ilmu tersebut bahkan itu akan menjadi fitnah.
Makna akan menjadi fitnah yaitu adzab, akan menjadikan kesengsaraan, memberikan akibat yang sangat buruk.
2️⃣. Penghalang kedua :
Meninggalkan amal. Tidak beramal (atas ilmu yg sdh dia dapatkan).
Ilmu yang sudah dipahami kemudian tidak diamalkan ini merupakan bencana. Sebuah hadits dari Abu Barzah Al Aslami radhiyallahu’anhu dia berkata
أَيْنَاكْتَسَبَهُوَفِيمَأَنْفَقَهُ، وَعَنْجِسْمِهِفِيمَأَبْالَهَُّلَتَزُولُقَدَمَا عَبْ د يَوْمَالْقِيَامَةِحَهتى يُسْأَلَعَنْعُمُرِهِفِيمَا أَفْنَاهُ، وَعَنْعِلْمِهِفِيمَفَعَلَ، وَعَنْمَالِهِمِنْ
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda “Kedua kaki seorang hamba tidaklah beranjak pada hari kiamat hingga ia ditanya mengenai: (1) umurnya di manakah ia habiskan, (2) ilmunya di manakah ia amalkan, (3) hartanya bagaimana ia peroleh dan (4) di mana
ia infakkan dan (5) mengenai tubuhnya di manakah usangnya.”
Maksud “Tidak akan bergeser kedua kaki seorang hamba pada hari kiamat...” adalah ketika dikumpulkan di Padang Mahsyar berdiri
dalam keadaan yang sangat-sangat mengenaskan semua orang ingin keluar dari situasi seperti itu, itu tidak akan bergeser, tidak akan berubah dari kondisi seperti itu sebelum dia ditanya beberapa perkara.
Pertama, tentang umurnya untuk apa dihabiskan (apa lebih banyak, lebih sering mengejar dunia atau lebih sering mengejar akhirat, umumnya
manusia lebih mengejar dunia daripada akhirat).
Kedua, dari ilmunya bagaimana dia mengamalkannya (kebanyakan tidak mengamalkan daripada mengamalkan). Ketiga, tentang hartanya (untuk harta ada dua
pertanyaan).
Dua pertanyaan tentang harta yaitu pertama darimana dia memperoleh harta tersebut apakah halal atau haram kemudian kedua
dipakai untuk apa harta tersebut apakah untuk suatu yang halal kah atau haram kah. Seburuk-buruk harta yang dipakai dengan cara yang haram dan digunakan untuk yang haram juga.
Point terakhir yang disebutkan didalam hadits yakni tentang jasadnya (dipakai apa itu jasadnya selama itu apakah lebih banyak dipakai untuk sesuatu yang Allah Subhanahu wa Ta’ala benci, yang Allah larang, Allah murkai seperti untuk bermaksiat atau sebaliknya dilelah-lelahkan itu jasad untuk melaksanakan perintah Allah Azza wa Jalla, dilaparkan dalam bentuk shaum yang disyariatkan baik yang fardhu atau sunnah).
Jadi empat hal yang akan ditanya sebelum
kedua kaki hamba bergeser pada hari kiamat pertama tentang umur, kedua tentang ilmu, ketiga tentang harta dan yang keempat tentang jasadnya.
Dalam hadits yang dikeluarkan al-Khatib sama dengan lafadz seperti itu tetapi ada tambahan “Dia akan ditanya dengan ilmunya bagaimana dia mengamalkan ilmu itu” diamalkan atau tidak.
Berkata Abu Darda radhiyallahu ‘anhu “Kamu tidak akan menjadi seseorang yang berilmu sebelum kamu berlajar terlebih dahulu”. Tidak ada orang yang pintar tanpa belajar dan sabar dalam belajarnya. “Kamu dengan ilmumu tidak bisa disebut orang yang berilmu sebelum
kamu mengamalkannya”. Setelah diamalkan barulah dia disebut orang yang berilmu.
Berkata Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu“Ilmu menyeru, mengajak untuk beramal. Kalau orang itu memenuhi ajakan ilmu untuk beramal maka ilmu akan menetap didalam dirinya, Jika tidak diamalkan maka ilmu itu akan pergi”.
Jadi seolah-olah ilmu itu datang kepada kita
untuk beramal kalau kita amalkan berarti ilmu itu betah didalam diri kita. Jika tidak ilmu itu akan pergi dan tidak akan mau menetap didalam diri karena tidak diamalkan. Saya (ilmu) datang untuk diamalkan bukan hanya sekedar untuk diketahui begitu diamalkan saya (ilmu) akan menetap didalam dirimu, kalau tidak diamalkan maka saya (ilmu) akan pergi
mencari orang lain yang akan mengamalkanku. Ini menunjukan ilmu hanya bisa diraih secara menetap, secara permanen kalau ilmu itu
diamalkan didalam diri kita.
Seseorang Yang Berilmu Tetap Dianggap Jahil Sampai Ia Mengamalkan Ilmunya. Berkata Fudail bin Iyadh rahimahullah
“Seorang yang berilmu akan terus dianggap bodoh tentang ilmunya sehingga dia
mengamalkannya. Apabila dia mengamalkannya barulah dia berilmu tentang ilmu itu”.
Berkata Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu
“Ilmu Sesungguhnya ilmu yg kita pelajari akan ditanyai kelak sudah sampai mana diamalkan."
Fudhail bin ‘Iyadh berkata :
"Seorang ‘Aalim itu masih dianggap Jaahil (bodoh) apabila dia belum beramal dengan ilmunya. Apabila dia sudah mengamalkan ilmunya maka jadilah dia seorang yang benar-benar ‘Aalim.”
Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
]لاَ تَزُولُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ أربع : عن عُمْرِهِ فِيمَا أَفْنَاهُ وَعَنْ عِلْمِهِ فِيمَا فَعَلَ وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَا أَنْفَقَهُ وَعَنْ جِسْمِهِ فِيمَا أَبْلاَهُ
“Dua kaki seorang hamba tidak akan bergerak (pada hari kiamat) sehingga dia ditanya tentang umurnya, kemana dihabiskan, tentang ilmunya apakah yang telah dilakukan dengan ilmunya, tentang hartanya dari mana diperolehi dan kemana dibelanjakan dan tentang tubuh badannya untuk apa digunakannya.” (HR at-Tirmizi)
Syahid dari hadits ini diantaranya : adalah kita akan ditanya ttg ilmu yg telah kita dapatkan, sudahkah kita amalkan??
Ustadzah mengingatkan untuk berhati-hati
Subhanallah dizaman sekarang banyak kita dapati orang-orang berfatwa dan mengambil ilmu dari orang yang jahil (tidak berilmu).
Barangsiapa mencari ilmu bukan karena Allah, ilmu itu akan sulit ia fahami dan ilmu itu tidak akan menjadikan dirinya jadi baik.
kemuliaan-kemuliaan ilmu menjadi tidak berarti ketika ilmu tidak diamalkan. Ilmu tanpa amal ibarat pohon tanpa buah. Pembawa ilmu tak akan menjadi mulia bila ilmu yang ia pelajari tak membuahkan amal.
Dari Abi Abdurrahman as-Sulami, ia berkata, “Para pembaca Alquran –semisal Utsman bin Affan, Abdullah bin Mas’ud, dll- bercerita kepada kami bahwa mereka belajar dari Rasulullah ﷺ 10 ayat. Mereka tidak menambahnya sampai memahami makna kandungannya dan mengamalkannya. Mereka berkata, ‘Kami mempelajari Alquran; memahaminya, sekaligus mempraktikkannya’.
Artinya para sahabat biasa langsung menerapkan ayat tersebut setelah mendengarkannya
Abu Abdirrahman As Sulami berkata:
"Kami mempelajari Al quran dari generasi (sahabat) yang berkata bahwa tidaklah 10 ayat mereka lewati dan berpindah ke 10 ayat yg lain kecuali setelah memahami isi kandungannya, maka kami pun mempelajari Al quran sekaligus mengamalkannya”.
أَخَذْنَا القُرْآنَ عَنْ قَوْمٍ أَخْبَرُوْنَا أَنَّهُمْ كَانُوا إِذَا تَعَلَّمُوا عَشْرَ آيَاتٍ لَمْ يُجَاوِزُوْهُنَّ إِلَى العَشْرِ الآخَرِ حَتَّى يَعْلَمُوا مَا فِيْهنَّ، فَكُنَّا نَتَعَلَّمُ القُرْآنَ وَالعَمَلَ بِه.
“Kami mempelajari Al quran dari generasi (sahabat) yang berkata bahwa tidaklah 10 ayat mereka lewati dan berpindah ke 10 ayat yg lain kecuali setelah memahami isi kandungannya, maka kami pun mempelajari Al quran sekaligus mengamalkannya”.
Maka mari kita muhasabah diri kita, sudah berapa ayat Al Quran yg kita hafal dan kita amalkan?
3️⃣. Penghalang ketiga :
Bergantung kepada kitab tanpa mempelajarinya kepada para ulama. Maka orang yang belajar dari kitab tanpa bimbingan ulama, sungguh kesalahannya akan lebih banyak daripada kebenarannya.
Belajar kepada ulama lebih utama dibanding seseorang belajar sendiri melalui kitab tanpa bimbingan ulama
Perkara berikutnya, adalah hendaknya seseorang tdk belajar secara otodidak hanya berteman dengan kitab tanpa ada bimbingan dari para ulama, dan ini mushibah yakni kesalahan nya akan jauh lebih banyak daripada benarnya.
4️⃣. Penghalang keempat:
Mengambil ilmu dari Ashoghir. Telah menyebar fenomena dimana seseorang belajar ilmu dari orang-orang yang masih muda dikalangan para penuntut ilmu di zaman ini. Fenomena ini pada hakikatnya penyakit yang berbahaya, yang akan menghalangi penuntut ilmu yang sebenarnya, yang menyimpangkan penuntut ilmu dari jalan keselamatan.
Selama seseorang belajar ilmu dari ahlinya maka selama itu pula mereka berada diatas kebaikan. Maka apabila mereka mengambil ilmu dari shigor(dari orang-orang yang masih mentah ilmu dan pengalamannya) dan mengambil ilmu dari orang-orang buruk dari kalangan mereka maka mereka akan binasa, mereka akan hancur”.
Belajar ilmu syar’i kepada orang bodoh termasuk diantara tanda-tanda kiamat, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda dalam haditsyang diterima dari Abu Umayah,beliau menyatakan “Sesungguhnya diantara tanda-tanda kiamat adalah ilmu dicari dari ashogir(dari orang-orang kecil)”Apa yang dimaksud dari orang-orang kecil? Para ulama ikhtilafketika menafsirkan ashigor.
Dari Abu Umayyah al Jumahi radhiallahu’anhu, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
إن من أشراط الساعة أن يلتمس العلم عند الأصاغر
“Diantara tanda kiamat adalah orang-orang menuntut ilmu dari al ashoghir” (HR. Ibnul Mubarak dalam Az Zuhd [2/316], Al Lalikai dalam Syarah Ushulus Sunnah [1/230], dihasankan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah [695])
Ibnul Mubarak ketika meriwayatkan hadits ini memberi tambahan:
الأصاغر : أهل البدع
“Al Ashoghir adalah ahlul bid’ah”
Kata imam Asyathibirahimahullahmengatakan al kabir disini dalam hal ilmu dan shogir disini dalam hal ilmu maknanya orang shogir itu adalah orang bodoh dan kabir itu adalah orang yang berilmu. Jikalau datang penjelasan dari orang bodoh maka orang itu akan terjerumus kedalam kemaksiatan, kekeliruan, kesalahan.
Pada zaman ini begitu meluas fenomena belajar ilmu dari orang-orang yang muda usianya di kalangan para penuntut ilmu, fenomena ini pada hakekatnya adalah penyakit yang kronis dan berbahaya, yang menghalangi penuntut ilmu dari yang dia cari, menghalangi dari jalan lurus yang membawa kepada ilmu,
Yang demikian itu karena dari orang-orang yang muda usianya, yang belum kokoh telapak kaki mereka, padahal ada yang lebih tua dari mereka dan lebih kokoh telapak kakinya, ini akan melemahkan pondasi para pemula, dan meluputkan mereka dari mengambil faidah dari keilmuan para ulama kibar dan mengambil akhlaq mereka yang telah ditegakkan ilmu dan usia ( Awaiquth Tholab hal. 8 ).
Abdullah bin Masud berkata :
ولا يزال الناس بخير ما أخذوا العلم عن أكابرهم ، وعن أمنائهم ، وعلمائهم ، فإذا أخذوه عن صغارهم ، وشرارهم هلكوا
Senantiasa manusia dalam kebaikan selama mereka mengambil ilmu dari orang-orang tua mereka, dari orang-orang yang amanah dan para ulama mereka, jika mereka mengambil ilmu dari anak-anak muda mereka dan orang-orang terburuk dari mereka maka mereka akan binasa.
Mengambil ilmu dari orang yang kecil atau masih muda. Ibnu Mas'ud mengatakan:
"Ummat ini akan senantiasa berada diatas kebaikan selama mereka mempelajari ilmu dari kabaa-ir (orang yang dewasa) dari mereka, dari para ulama"
Berkata Fudhail bin Iyadh,
“Telah sampai berita kepadaku bahwa
para ulama pada zaman dahulu apabila mereka belajar ilmu maka mereka
langsung mengamalkan ilmu itu. Dan bila mereka sibuk maka orang orang akan merasa kehilangan mereka. Dan apabila mereka hilang maka manusia mencari. Dan ketika manusia mencari maka mereka akan kabur.
Para ulama kabur maknanya menghindar dan tidak mau dikerubuti orang. Hal ini karena dikerubuti manusia itu bisa terkena fitnah
bagi kedua-duanya. Fitnah bagi orang-orang yang dikerubuti bisa muncul ujub, riya dan takabur. Dan Fitnah bagi orang yang mengikutinya ada kultus dan para ulama tidak pernah membiarkan dirinya seperti itu.
Kita memohon kepada Allah keselamatan
Semua ini bisa menghalangi seseorang dalam belajar ilmu, yang mana seorang pelajar sebenarnya bisa ringan mempelajarinya dengan bimbingan seorang guru. Dan kalau memang demikian, maka belajar pada seorang guru lebih bermanfaat dan lebih baik dari pada kalau belajar otodidak ( Syarah Al-Ihya 1/66 ).
Al-Imam Al Auzai berkata :
كان هذا العلم كريماً يتلقاه الرجال بينهم، فلما دخل في الكتب، دخل فيه غير أهله
“Dulu ilmu ini mulia, yang terima oleh para ulama’ satu sama lainnya, namun tatkala sudah masuk ke kitab, maka orang-orang yang bukan ahlinya pun memasukinya “ ( Siyar A’lamin Nubala 7/114 ).
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
“Kalau sebuah urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya maka tunggulah kehancuran mu”
Hal ini tidak hanya didalam urusan agama tetapi dalam urusan semuanya termasuk urusan dunia. Kalau suatu urusan bukan diserahkan kepada ahlinya maka akan hancur hal ini juga berlaku dalam urusan agama.
5️⃣. Penghalang kelima:
Tidak Tadarruj (Bertahap) Dalam Menuntut Ilmu.
Kendala yang kelima ada Mutadorruj fil Ilmi’ (tidak bertahap dalam mempelajari ilmu) tidak didapati seorang ulamapun yang berselisih atau berbeda pendapat bahwa tadarruj (bertahap) salah satu metedologi
yang paling berhasil memahami ilmu
Kita harus mulai dari hal yang paling penting, lalu beralih ke hal yang paling tidak penting. Dari urusan yang sederhana hingga yang paling rumit.
Berkata Azzubaidi menukil dari kitab Adjariah tentang wadhoiful muta’alim (beberapa usaha, ikhtiar, tugas yang harus dilakukan oleh
orang-orang yang belajar),
“Wajib bagi setiap pencari ilmu untuk tidak
belajar atau berbicara dalam satu cabang ilmu sehingga dia memahami terlebih dahulu cabang ilmu sebelumnya secara berurutan, kemudian silahkan dia lampiaskan kebutuhannya dengan ilmu artinya banyak
mempraktekannya dan mengamalkannya”.
Tidak bertahap dalam menuntut ilmu adalah salah satu penghalang dalam menuntut ilmu.
Bertahap dalam menuntut ilmu adalah wasilah dalam memahami perkara dengan baik dan benar, hingga bisa sampai pada tujuan akhir.
Tahapan Pertama Dalam Menuntut Ilmu (Menurut Ibnu Abdil Barr) : Menghafal Al-Qur’an
Berkata Abu Umar bin Abdul Bar rahimahullah, “Mencari ilmu itu bertahap, bertingkat dan berurutan. Tidak boleh dilanggar. Siapa yang
melanggarnya cara keseluruhan berarti dia sudah menyimpang dari metode salaf dalam belajar ".
Mulailah dengan satu jenis kitab. Sempurnakanlah pemahaman padanya baru berpindah ke kitab yang lain.
TIDAK BELAJAR SECARA BERTAHAP
Tidak ada satupun dari para ulama yang berselisih tentang asas at-tadarruj yaitu belajar ilmu secara bertahap, karena dia adalah sarana untuk keberhasilan di dalam mengambil ilmu dan memahaminya,
SIAPA YANG LEBIH FOKUS UNTUK KEHIDUPAN AKHIRATNYA, MAKA ALLAH AKAN CUKUPKAN URUSAN DUNIANYA
Artinya hatinya hanya mengharapkan kehidupan akhirat. Bahkan ketika ia melaksanakan aktivitas dunia pun yang ia harapkan adalah akhirat berupa pahala di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Di hatinya ia mengharapkan pahala dari (setiap aktivitas-aktivitasnya. Ia berusaha untuk mengejar akhiratnya karena ia tahu dunia hanyalah perkara yang hina dan fana, tidak akan kekal selamanya
مَنْ كَانَ هَمُّهُ الْآخِرَةَ ؛ جَـمَعَ اللهُ شَمْلَهُ، وَجَعَلَ غِنَاهُ فِـيْ قَلْبِه ِ، وَأَتَتْهُ الدُّنْيَا وَهِيَ رَاغِمَةٌ،
“Siapa yang keinginan dia hanyalah kehidupan akhirat saja, Allah akan kokohkan urusannya, dan Allah akan jadikan kekayaan itu ada di hatinya, dan dunia akan mendatanginya dalam keadaan hina dimatanya.” (HR. Tirmidzi)
Demikianlah, saudaraku. Setiap orang yang menginginkan kehidupan akhirat, dunia bersamanya. Tapi orang yang menginginkan dunia, akhirat tidak bersama dia
Ada sekelompok ulama-ulama salaf zaman dahulu berkata, ini pengalaman berharga dari orang-orang terdahulu yang hidupnya diwakafkan untuk ilmu, untuk belajar dan mengajar. Mereka berkata :
كنّا نطلب العلم للدنيا فجرَّنا إلى الآخرة و طلبنا هذا الأمر وليس فيه نية ثم جاءت النية بعد و من طلب العلم لغير اللّه يأ بى عليه حتى يصيره إلى اللّه
Ungkapan yang pertama :
Kami dahulu mencari ilmu karena dunia
lalu setelah belajar dengan niat yang salah, akhirnya ilmu itu menyeret kami, menarik kami kepada akhirat. Barulah di tengah jalan, terluruskan niat, maka barokah dari ilmu yang masuk ke dalam hati dia, menuntun dia, menarik dia kepada niat yang benar, akhirnya niatnya terluruskan
Sebagian yang lain mengucapkan,
طلبنا هذا الأمر وليس فيه نية ثم جاءت النية بعد
“Kami menuntut ilmu tanpa disertai niat yang benar, kemudian niat datang setelah kami mempelajarinya.“
Anna jamaátan minnas salaf, Qoluu, ada sekelompok ulama-ulama salaf zaman dahulu berkata, ini pengalaman berharga dari orang-orang terdahulu yang hidupnya diwakafkan untuk ilmu, untuk belajar dan mengajar. Mereka berkata :
كنّا نطلب العلم للدنيا فجرَّنا إلى الآخرة و طلبنا هذا الأمر وليس فيه نية ثم جاءت النية بعد و من طلب العلم لغير اللّه يأ بى عليه حتى يصيره إلى اللّه
Ungkapan yang pertama :
Kami dahulu mencari ilmu karena dunia
Ini dialami juga oleh Imam Ahli Hadist, Imam Baihaqi mengakui seperti itu. Maknanya apa? Pertama mungkin ingin dipuji, karena agung, terhormat, mulia dan dipujinya para ulama pada zaman itu.
Fajarrna illal akhiroh, lalu setelah belajar dengan niat yang salah, akhirnya ilmu itu menyeret kami, menarik kami kepada akhirat. Barulah di tengah jalan, terluruskan niat, maka barokah dari ilmu yang masuk ke dalam hati dia, menuntun dia, menarik dia kepada niat yang benar, akhirnya niatnya terluruskan. Ini ungkapan pertama.
Ungkapan Kedua, wa tholabna hadzal amru wa laysa fiihi niyah, kami pun mempelajari ilmu ini dan tidak memiliki niat apa-apa, yang pentingi mah hobi untuk mempelajari sesuatu, al ilmu al ilmi, ilmu sekedar untuk pengetahuan, bukan untuk diamalkan, bukan untuk diyakini, tsumma ja atin niyatu ba’du, lalu kemudian niat itu datang setelah mempelajarinya.
Ungkapan ketiga : man tholabal ilma lighoirillaah yakba alayh hatta yashirohu illallah, siapa orang yang mencari ilmu bukan karena Allah, ilmu itu enggan untuk mendatanginya, nggak sampai kepada esensi dari ilmu itu sehingga ilmu itu yang mengarahkan dia untuk ikhlas karena Allah. Jadi betapa banyaknya orang yang di awal pencarian ilmu membawa niat yang keliru, yang salah tapi ketika ilmu itu didapat, ilmu itu kemudian memperbaiki niatnya, meluruskan niatnya dan menjadi orang yang ikhlas karena Allah subhanahu wa ta ála .
Ustadzah mengingatkan..
Subhanallah dizaman sekarang banyak kita dapati orang-orang berfatwa dan mengambil ilmu dari orang yang jahil (tidak berilmu).
Ilmu apa yg dimaksud sini, tentu yg dimaksudkan dan berulang ulang syaikhoh mengulangi nya, adalah ilmu alquran dan sunnah dgn pemahaman salaful ummah
Benar benar dibutuhkan dari seorang tholabatul ilmi adalah niat yg sholih, niat yg jujur , sehingga akan membuahkan perkara berikutnya yakni amalan sholih
6️⃣. Penghalang keenam:
Tertipu, Ujub (Bangga Diri) & Kibr (Sombong) .
Ujub, Sombong, Takabbur.
Berkata Mujahid: " Tidak akan mendapatkan ilmu orang yang sombong dan malu "
Dan al kibr (sombong) termasuk dosa.
Maka dosa adalah penghalang seseorang dalam menuntut ilmu.
Ujub dan sombong.
Ujub ( menilai baik diri sendiri ) dan kesombongan adalah kemaksiatan kepada Alloh yang akan menghalangi dari ilmu syarI, karena sesungguhnya ilmu adalah cahaya yang Alloh pancarkan pada hati siapa yang dia kehendaki dari para hambaNya, dan tidak akan terkumpul cahaya dan kegelapan di dalam sebuah hati, karena inilah maka Abdullah bin Masud berkata :
إِنِّى لأَحْسَبُ الرَّجُلَ يَنْسَى الْعِلْمَ كَانَ يَعْلَمُهُ لِلْخَطِيئَةِ كَانَ يَعْمَلُهَا
“ Sesungguhnya aku menyangka seseorang melupakan ilmu yang sebelumnya dia mengetahuinya dengan sebab dosa yang dia melakukannya “ ( Sunan Darimi 1/419 ).
Semoga Alloh merahmati Al-Imam Asy-Syafi’i yang mengatakan :
شكوت إلى وكيع سوء حفظي فأرشدني إلى ترك المعاصي
وأخبرني بأن العلم نور ونور الله لا يهدى لعاصي
“ Aku mengadukan kepada Waki’ tentang jeleknya hafalanku, maka dia mengarhkan kepadaku agar meninggalkan kemaksiatan
Maksiat akan menghalangi seseorang dalam meraih ilmu. Ilmu adalah cahaya Allah dan Cahaya Allah akan Jauh dari Pelaku Maksiat
Oleh karena itu berhati-hatilah terhadap kesombongan yang merupakan penyakit yg parah dari para penuntut ilmu karena sombong, iri dan dengki merupakan dosa pertama dalam bermaksiat pada Alloh Taala. Keangkuhanmu pada gurumu adalah kesombongan, keangkuhanmu pada orang yang telah mengajarkan ilmu padamu hanya karena umurnya lebih muda dari pada engkau merupakan suatu kesombongan, engkau serampangan tidak mengamalkan ilmumu adalah lumpur kesombongan dan tanda diharamkan ilmu itu darimu
Maka berbuat dosa akan menghalangi kita memperoleh ilmu. Maksiat akan menghalangi seseorang dalam meraih ilmu. Ilmu adalah cahaya Allah dan Cahaya Allah akan Jauh dari Pelaku Maksiat
Salah satu dampak dari perbuatan dosa dam maksiat adalah terhalanginya seseorang dari ilmu agama, bahkan ia juga akan dijauhkan untuk memperoleh manfaat dari ilmunya tersebut. Hal itu karena Ilmu merupakan cahaya yang Allah Ta’ala tanamkan di dalam hati manusia, sedangkan dosa dan kemaksiatan itu akan memadamkan cahaya tersebut.
Berkata Abdullah bin Mas’ud radiyallahu’anhu, “Aku yakin kalau seseorang lupa terhadap ilmu yang diketahuinya itu karena dosa yang
dilakukannya”
Makanya kenapa kita sering kena penyakit susah menghafal tetapi cepat lupa, lupanya ilmu karena dosa-dosa dan maksiat. Semoga Allah merahmati Al-Imam Syafi’i rahimahullah ketika beliau mengungkapkan pengalaman tentang hal ini yang kemudian beliau tuangkan ke dalam bentuk syair, “Aku curhat kepada Imam Waqi’ tentang buruknya hafalanku, beliau memberiku petunjuk kepadaku agar aku meninggalkan maksiat, lalu beliau menerangkan kepadaku bahwa ilmu itu adalah cahaya dan cahaya Allah tidak akan diberikan kepada orangorang yang bermaksiat”
7️⃣. Penghalang ketujuh:
Tergesa-gesa dalam menuntut ilmu.
Tergesa-gesa ingin memetik buah ilmu.
Menuntut Ilmu itu adalah perjalanan panjang.
Seorang penuntut ilmu hendaknya bersabar dalam masa yang panjang dalam menuntut ilmu.
Sebagian penuntut ilmu menyangka bahwa ilmu adalah suapan yang sudah matang yang segera muncul hasilnya dan berbuah faidah-faidahnya, sehingga dia berangan-angan pada dirinya bahwa setelah setahun atau dua tahun di dalam belajar akan menjadi ulama yang mumpuni yang faham semuanya.
Ini adalah pandangan yang keliru dan gambaran yang rusak, dia adalah angan-angan berbahaya yang akan membawa kerusakan-kerusakan yang banyak, karena dia akan membawa pelakunya kepada akibat yang buruk, dari berbicara atas Alloh tanpa ilmu, percaya diri yang berlebihan, dan ingin tampil dan terkenal
Siapa yang melihat kepada keadaan para salaf akan melihat hal yang menakjubkan dari kesabaran mereka di dalam menuntut ilmu, lamanya mereka belajar, selalu bersungguh-sungguh dan tidak pernah bosan dan jenuh. Karena ilmu tidaklah diraih dengan tubuh yang santai Al-Imam Yahya bin Abi Katsir rahimahullah mengatakan:
لا يستطاع العلم براحة الجسد
Ilmu tidak bisa diperoleh dengan tubuh yang dimanjakan
Kurangnya kesabaran dan terburu-buru melihat buah ilmu adalah salah satu penghalang dalam menuntut ilmu.
8️⃣. Penghalang kedelapan :
Tidak adanya semangat. Hendaknya penuntut ilmu memiliki semangat yang tinggi.
لا أرحم أحداً كرحمتى لرجلين : رجل يطلب العلم ولا فهم له . ورجل يفهم ولا يطلبه . وإني لأعجب ممن في وسعه أن يطلب العلم ولا يتعلم
Aku tidak merasa kasihan sebagaimana kasihanku kepada dua orang : Seorang yang menuntut ilmu akan tetapi tidak memiliki pemahaman dan seorang yang memahami dan tidak menuntut ilmu. Dan sungguh aku merasa heran kepada orang yang memiliki kesempatan untuk menuntut ilmu dan dia tidak mempelajarinya
Kita melihat di antara barisan para penuntut ilmu orang-orang yang memiliki kecerdasan-kecerdasan dan kemampuan-kemampuan yang agung yang bisa menyiapkan mereka menjadi pemuka-pemuka ilmu, hanya saja kerendahan semangat dan cita-cita mereka menghapus kemampuan-kemampuan mereka dan menghilangkan pancaran kejeniusan mereka, sehingga engkau menjumpai mereka merasa cukup dengan sedikit informasi dan merasa enggan untuk membaca dan menelaah, dan bermalas-malasan di dalam mencari ilmu dan mengusahakannya. Allahul musta'an
9️⃣. Penghalang kesembilan :
Menunda-nunda.
لا أرحم أحداً كرحمتى لرجلين : رجل يطلب العلم ولا فهم له . ورجل يفهم ولا يطلبه . وإني لأعجب ممن في وسعه أن يطلب العلم ولا يتعلم
Aku tidak merasa kasihan sebagaimana kasihanku kepada dua orang : Seorang yang menuntut ilmu akan tetapi tidak memiliki pemahaman dan seorang yang memahami dan tidak menuntut ilmu. Dan sungguh aku merasa heran kepada orang yang memiliki kesempatan untuk menuntut ilmu dan dia tidak mempelajarinya
Kita melihat di antara barisan para penuntut ilmu orang-orang yang memiliki kecerdasan-kecerdasan dan kemampuan-kemampuan yang agung yang bias menyiapkan mereka menjadi pemuka-pemuka ilmu, hanya saja kerendahan semangat dan cita-cita mereka menghapus kemampuan-kemampuan mereka dan menghilangkan pancaran kejeniusan mereka, sehingga engkau menjumpai mereka merasa cukup dengan sedikit informasi dan merasa enggan untuk membaca dan menelaah, dan bermalas-malasan di dalam mencari ilmu dan mengusahakannya. Allahul musta'an
Ibnu Umar berkata:
“Jika engkau berada di sore hari jangan menunggu datangnya pagi dan jika engkau berada pada waktu pagi hari jangan menunggu datangnya sore. Pergunakanlah masa sehatmu sebelum sakit dan masa hidupmu sebelum mati.”
Terbiasa Menunda-Nunda
Wahai saudaraku janganlah sifat menunda-nunda menguasai jiwamu dan tertanam di hatimu karena ia membuat lesu dan merusak hati. Ia memendekkan umur kita, sedangkan ajal segera tiba… Bangkitlah dari tidurmu dan sadarlah dari kelalaianmu! Ingatlah apa yang telah engkau kerjakan, engkau sepelekan, engkau sia-siakan, engkau hasilkan dan apa yang telah engkau lakukan. Sungguh semua itu akan dicatat dan dihisab sehingga seolah-olah engkau terkejut dengannya dan engkau sadar dengan apa yang telah engkau lakukan, atau menyesali apa yang telah engkau sia-siakan.
Semoga Allah menjaga kita semua, senantiasa menjadikan kita di atas jalan menuntut ilmu, serta mengokohkan kita di atas agama yang haq ini.
Alhassan Albassri mengatakan bahwa mereka biasa melihat pengaruh ilmu pengetahuan dalam karya seseorang. Keseriusan dan keberkahan ulama-ulama terdahulu dalam
menuntut ilmu terlihat dengan banyaknya buku yang mereka karang. Para ulama terdahulu dapat membagi waktunya dalam menuntut
ilmu sehingga ilmu yang dipelajarinya mendapat keberkahan.
Perbanyaklah doa semoga Allah berkahi jalan kita menuntut ilmu dan berhiaslah dengan takwa dalam segala hal.
Rasulullah (damai dan berkah Allah besertanya) memegang bahuku dan berkata, “Jadilah di dunia ini seolah-olah kamu adalah orang asing atau musafir.” Dan Ibnu Umar radhiyallahu 'anhu berkata, “Jangan berharap [hidup sampai] pagi di malam hari, dan jangan berharap [hidup sampai] sore di pagi hari. Manfaatkanlah kesehatanmu sebelum sakit, dan manfaatkanlah hidupmu sebelum kematianmu.” [Al-Bukhari]
Kita tidak boleh menunda, kita harus menghormati jadwal kita
Sudah terjawab ya akhawat tadi yang bertanya terkait belajar kepada orang yang lebih muda.
Jadi "Ash Shogir" (org yg kecil) hakikatnya tidak hanya dilihat dari usia.
Jika memang usianya muda namun memiliki ilmu yg kokoh dan rinci, maka tidak mengapa menuntut ilmu kepadanya.
Bahkan "ash shogir" juga bisa disematkan kepada para ahlul bid'ah, sebab penyimpangan mereka dalam ilmu. Maka tidak boleh menuntut ilmu kpd mereka.
والله أعلمُ بالـصـواب
وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين
سبحانك اللهم وبحمدك أشهد أن لا إله إلا أنت أستغفرك وأتوب إليك
Jazakillahu khairan ustadzah Haifa حفظها الله atas waktu, ilmu, nasehat nya, semoga ilmu yang telah sampai kepada kami, Allah mudahkan untuk kami amalkan. Barokallahu fiikum.
✒️Taj Al Waqar

0 Comments